Title: Hey Senpai
Cast: Sadie
Pairing: Mizuki X Mao
Genre: Romance, Yaoi
Rating: 17+
Summary: Berondong tua (bukan judul lagu dangdut tapi salah satu dari tokoh di kisah ini ^o^)v *lirik Mizuki* | Mizuki: siapa berondong tua?*ngambek* | Mao: aku mah unyu nyo *siul2*)
Disclaimer: Mereka milik fansgirl XD*bukan ding*
"I love you senpai"
Aku Mao. Ini pertama kalinya ada mahasiswi yang menyatakan cinta padaku. Setelah sekian lama single, secara logika aku akan langsung menerimanya. Tanpa basa basi. Mengajaknya berkencan. Mungkin. Dia manis, pintar, baik. Rambutnya hitam panjang, halus bak sutra. Cukup membanggakan jika diajak jalan. Tapi cinta itu tentang perasaan bukan logika semata.
"Maaf"
Oh come on Mao ini buruk. Hal yang akan kausesali mungkin jika menolaknya sekarang. Kau harus menerimanya. Setidaknya kau bisa mencoba pacaran, siapa tahu cinta itu akan tumbuh. Seharusnya begitu. Sayang hatiku tidak bisa menuruti logikaku.
"Maaf aku tak bisa."
Aku tahu itu bodoh. Irasional. Tapi mulutku tak bisa dicegah.
"Tapi, terima kasih"
Bahkan kata-kata itu tidak berguna. Pasti gadis itu tengah kecewa berat saat ini. Yang dia inginkan balasan cinta bukan kata terima kasih. Walaupun kemudian dia tersenyum, aku tahu raut wajahnya menunjukkan kekecewaan yang sangat. Mungkin mengutukku, mengatakan aku baka! bodoh! idiot! karena memang begitu.
"Aku mengerti Senpai"
Dia pergi begitu saja. Kadang aku tak mengerti pada diriku sendiri. Aku terbiasa hidup sendiri setelah jauh dari orangtua. Aku tidak punya banyak teman. Yang paling kupedulikan saat ini adalah kesuksesanku. Aku ingin lulus dan memiliki karir yang baik. Wajar kan sebagai laki-laki memikirkan masa depannya? Tidak wajarkah aku untuk tidak peduli namanya pacaran?Atau saat aku belum pernah melakukan yang namanya naksir atau mengincar gadis yang kusuka? Aku benar-benar payah masalah itu.
Aku berjalan dari taman belakang kampus itu menuju ke kelas tapi di perjalanan aku bertemu Aki. Aki ini teman sejurusanku, jurnalistik. Tidak terlalu akrab, tapi kami bergabung dalam ekstra kulikuler yang sama yaitu fotografi. Dia terkenal dengan julukan 'gunung batu' saking tanpa ekspresinya.
"ini!" Aki menyodorkan sebuah buku.
"Lho ini kan buku tentang estetika foto karangan fotografer terkenal yang sedang aku cari, kok Aki bisa tahu?"
"Bukan dariku"
"huh?" aku bingung.
"Mizuki yang menitipkannya. Merepotkan saja padahal tadi dia berdiri di sekitar sini kenapa gak menyampaikannya langsung sih"
"Mizuki?" Aku melongo seperti orang linglung dan Aki langsung meninggalkanku yang masih bengong keheranan.
Mizuki itu juniorku. Dia bergabung dengan club fotografi setahun yang lalu. Aku ingat waktu pertamakali dia bergabung, alasan dia ikut club adalah untuk bisa jadi sepertiku, senpai yang smart, multitalent, berwibawa dan seabrek pujian lainnya. Dengan senang hati dia akan mengikutiku dan menuruti perintahku. Anak yang aneh, selalu tersenyum jika menatapku. Yang aku herankan saat ini adalah kenapa dia tahu buku yang sedang aku cari padahal aku tidak pernah cerita. Satu lagi, kenapa tidak memberikannya langsung padahal kata Aki dia tadi di sini.
Aku melanjutkan langkahku ke kelas. Menapaki anak tangga dengan cukup cepat. Aku setengah berlari di koridor berharap dia masih ada dan aku bisa menemuinya lalu mendapatkan jawaban dari pertanyaanku itu. Kubuka pintu kelas tanpa basa basi. Benar saja dia ada di sana. Saat melihatku, dia membereskan foto-foto yang dia jajarkan di meja ke dalam tasnya dengan tergesa-gesa sampai aku tidak bisa melihat foto apa itu. Wajahnya nampak gugup.
"Untunglah kau masih disini." Aku menghela nafas, masih mendekap buku yang dia berikan tadi.
"Senpai mencariku?" Dia memandang dengan tatapan takjub.
"Ya, ada yang ingin aku tanyakan"
"Apa itu?" Jawabnya antusias.
"Buku ini" aku menunjukkan buku di tanganku. "Dari mana kau tahu aku mencarinya?"
"Oh itu" jawabnya malu-malu. "Aku tidak sengaja mendengar senpai menanyakannya di perpustakaan dua hari lalu terus aku ingat kerabat ayahku memilikinya."
Sampai sejauh itu dia mempedulikanku? Batinku.
"Terima kasih sudah repot-repot"
"Tidak masalah" dia tersenyum.
"Satu pertanyaan lagi"
"ya?"
"Kenapa tidak memberikannya langsung? Kenapa harus lewat Aki?"
Raut wajahnya berubah aneh. Atau hanya perasaanku saja?
"Itu..."
Dia menjawab cukup lama.
"Aku takut mengganggu. Tadi senpai bicara serius dengan seseorang kan"
"I..iya.. Tapi bisa kan kau tunggu sampai aku selesai bicara?"
"Tapi aku takut kalian akan lama."
"Ya... tapi terima kasih loh untuk bukunya."
"Sama-sama"
Mizuki tersenyum lagi lalu berjalan ke luar.
"Tunggu!"
Di dekat pintu, tempat aku berdiri, saat dia melintas di depanku, aku menangkap tangannya. Rasanya masih banyak hal yang ingin aku tanyakan. Namun begitu aku akan mengatakannya otakku mendadak kosong. Aku tidak tahu apa yang tadinya ingin kutanyakan. Lalu aku melepaskan peganganku dan pergi keluar mendahuluinya.
~~~
Keesokan harinya seperti biasa seusai kuliah aku ke ruangan club fotografi. Aku tidak pernah bolos karena aku menyukainya. Itu hobbyku. Bisa dibilang bagian hidupku. Mahasiswa yang masuk di club ini memang terbilang sedikit. Hanya aku dan Aki yang senior. Sisanya junior kami ada Mizuki, Kei, dan Tsurugi. Karena kami sudah ditinggal para senior kami, Aki dan aku jadi merasa bertanggung jawab mengurus club.
Aki menaruh majalah yang ia baca dengan sedikit dibanting.
"Ada lomba menarik nih ada yang mau ikut, lomba foto tentunya"
Tsurugi dan Kei dengan antusias menatap majalah itu dan dengan seksama membaca tulisannya. Sedangkan Mizuki menerawang di antara sela tubuh mereka.
"Hadiahnya..Seratus ribu Yen!!" Kei dan Tsurugi kompak berteriak bersama.
"Aku ikut!" Tsurugi bersemangat.
"Aku juga" Kei dengan santai mengangkat tangan.
Aku menoleh ke arah Mizuki yang tampak tak minat. Dia hanya menyandarkan tubuhnya ke kursi sambil melihat-lihat kameranya.
Club pun bubar, tinggal aku sendiri dengan Mizuki yang masih memainkan kameranya.
"Oi Mizu!"
Mizuki menoleh. "Ya?"
"Kau tidak mau ikut lombanya?"
Wajahnya mendadak muram.
"Aku? Kurasa tidak"
"Kau tidak berminat dengan lombanya ya?"
Oh itu terdengar seperti aku ragu apakah dia mencintai fotografi.
"Bukan gak minat sih tapi... Aku gak PD dengan kemampuanku" Jawabnya polos sambil mengusap leher dan tengkuknya dengan senyum yang malu-malu.
"Tidak boleh!"
Suaraku sepertinya terlalu keras sampai ia kaget. Padahal aku tidak sedang marah sih.
"Mizuki harus yakin dengan kemampuanmu sendiri. Kau harus ikut lombanya!"
"Tapi.."
"Apapun yang terjadi! Ini perintah sebagai senpai"
"Umm" Mizuki tersenyum nakal. "Dengan satu syarat!"
"Apa?"
"Mao-senpai mau mengajariku."
Aku setuju. Itu hal yang mudah. Lebih baik melihatnya bersemangat begitu daripada murung seperti tadi. Hey apa yang kupikirkan? Tapi wajarkan seorang senior perhatian pada juniornya? Ah sudahlah.
~~~
Mulai saat itu aku membantunya dalam lomba. Sampai Kei dan Tsurugi berkomentar aku curang, hanya mengajari Mizuki. Kan masih ada Aki. Ya Aki juga membantu kedua orang itu agar sukses dalam lomba.
Suatu hari aku mengajaknya ke sebuah taman bunga. Berbagai bunga dengan berbagai warna tumbuh disana. Aku menantangnya mencoba objek terbang seperti kumbang dan kupu-kupu. Dengan angle dan moment yang tepat ditambah feeling kau akan bisa menghasilkan foto yang indah. Setelah merasa lelah kami duduk di bangku taman dan menikmati bekal kami. Dia mengotak-ngatik kameranya dan melihat hasil fotonya satu persatu lalu menunjukkan satu foto yang dibilangnya bagus. Aku penasaran dan mengecek.
"Hey itu wajahku! Kapan kau mengambil fotonya?"
"Tadi..diam-diam" dia terkikih menertawai.
Aku menyambar kameraku dan memfoto dirinya sebagai pembalasan dendam. Kebetulan yang kuambil ekspresinya gak banget. Aku merasa menang. Dia mencoba merebut kameraku tapi aku menghindar.
"Senpai tolong hapus"
"Hapus juga fotoku!"
"Senpai duluan, baru aku hapus foto senpai!"
"Gak mau!! Memangnya aku bodoh bisa ditipu"
"Janji deh"
"Nggak!"
Dia mengejarku. Aku menghindar. Menjaga kameraku mati-matian hingga kami kejar-kejaran. Tiba-tiba kakiku terpeleset. Keseimbanganku roboh. Sampai Mizuki menarik tanganku agar tidak terjatuh. Eh malah dia ikut jatuh. Bodoh. Kita terjatuh ke arah berlainan sehingga tubuhku menindih tubuhnya. Dia memelukku. Batinku berontak. Ada apa ini? Ada yang salah! Aku mengangkat tubuhku dengan mendorong tanah menggunakan kedua telapak tanganku. Aku terduduk dan Mizuki terdiam. Aku bingung apa yang harus kulakukan. Suasananya jadi berubah dan Mizuki menggumamkan sebuah kalimat.
"Suki desu ne senpai"
Aku membulatkan mataku. Suka? Suka fotografi maksudnya? Setidaknya itu yang kupikirkan saat itu.
~~~
Sehari sebelum batas akhir pengumpulan foto untuk lomba kami di kelas berdua. Kebetulan club memang sedang libur. Mizuki menunjukkan beberapa hasil fotonya padaku. Menakjubkan! Benda matipun serasa hidup dalam fotonya. Aku tak menyangka anak ini punya bakat.
"Yang mana yang akan kau ikutkan dalam lomba"
"Menurut senpai yang mana?"
"Yang manapun aku rasa kau akan menang!"
"Benarkah?" Mizuki jadi percaya diri.
"Ya tentu"
"Tapi aku punya kandidat foto lain yang akan kukirim"
"Mana?" Aku penasaran.
"Rahasia"
"Okay kalau tidak mau memberitahu. Fine! Aku gak berhak tau" aku pura-pura BT untuk menggodanya.
"Marah ni ye"
Dia malah balik menggodaku. Damn! Aku berurusan dengan orang yang salah. Tidak semudah itu mengerjainya.
Foto untuk lomba itu akhirnya sudah diserahkan. Pengumuman pemenangnya akan dicantumkan di majalah yang sama edisi bulan berikutnya dan pemenang akan dihubungi untuk hadir dalam acara penyerahan hadiah. Kami menunggu saat itu. Kei dan Tsurugi saling membanggakan diri, percaya kalau mereka akan menang. Aki walaupun tetap cool tapi dari lagatnya nampak kalau dia yakin telah sukses membantu kedua anak tadi. Mizuki tidak banyak berceloteh seperti biasa. Mungkin karena dia paling muda, dia malu-malu.
~~~
Tibalah hari yang di tunggu-tunggu. Pengumuman pemenang. Kami menunggu kabar di kelas bersama. Kalau hari ini tidak ada yang dihubungi berarti diantara kami tidak ada pemenangnya. Tiba-tiba ada suara handphone berdering. Mereka semua mencari-cari tapi bukan dari handphone mereka. Saat itu Mizuki belum mengeluarkan Handphonenya. Deringan itu masih terdengar. Akhirnya Mizuki yang mengangkat telepon.
"Hallo"
"Dengan Mizuki-san?"
"Iya betul"
"Selamat anda menang lomba fotografi yang diadakan majalah kami"
Mizuki diam seribu bahasa. Kami semua penasaran isi percakapan mereka.
"Damn pasti Mizuki menang" Tsurugi mengeluh.
"Belum tentu juga itu telepon dari panitia lomba" Kei masih berharap.
"Hallo! Anda dengar kami Mizuki-san?"
Mizuki tidak lagi menjawab teleponnya. Hanya memegangnya di samping telinga. Dengan mudah aku mengambil alih teleponnya.
"Ya hallo" aku menjawab.
"Mizuki-san anda pemenang lomba fotografi yang diadakan majalah kami, bisa datang ke kantor."
"Ya Mizuki akan kesana."
Ku tutup telepon itu dengan gembira. Entah kenapa aku ikut senang atas kemenangannya. Mungkin karena aku yang mengajarinya?
Kei bersorak ikut senang. "Ada yang bakal traktir kita nih! Yes!"
"enaknyo diajari senpai hebat kayak Mao-san" Tsurugi mengeluh.
Aki mengeluarkan tatapan maut ke arah Tsurugi seolah berkata, " berani menyalahkan aku?"
"Bukan!" Bantahku. "Mizuki lah punya bakat. Dia menang karena usahanya sendiri." Aku membelanya. Saking girangnya aku langsung menarik Mizuki yang masih shock menuju redaksi majalah.
Sepulang dari sana,Mizuki memelukku dan mengatakan terima kasih. Sekali lagi aku kaget saat dia memberi pelukan tulus. Ini hanya pelukan junior pada senpainya. Tidak lebih! Aku meyakinkan diriku. Tapi reaksi tubuhnya berbeda. Kali ini setelah memelukku dia menggapai pipiku yang lebih rendah darinya. Push my lips with his lips and start to kiss me. Sampai aku bisa merasakan hembusan nafas di hidungnya. Deeper. Aku terbawa suasana sampai akhirnya aku sadar. Aku mendorong dadanya hingga ciumannya terlepas. Aku bingung. Aku berlari menjauhinya. Untung dia tidak mengejarku. Kalau sampai dia tahu pipiku memerah dan terasa panas saat ini aku malu. Tapi kenapa? Kami laki-laki. Berciuman itu err
tidak wajar...
~~~~TBC~~~~
No comments:
Post a Comment