Thursday, September 24, 2015

Why am I Aseksual?

Warning: saya akan blak-blakan dan vulgar mengenai pengalaman saya di artikel kali ini. Tolong baca dgn pikiran terbuka dan jangan hanya berasumsi, tapi carilah info seputar hal ini dengan benar.

Apa yang kita pikirkan ketika mendengar kata 'aseksual'? Anda mungkin akan berpikir mengenai salah satu cara reproduksi hewan yang tidak memiliki alat kelamin seperti amoeba, bakteri, planaria dan sebagainya. Anda menanam konsep bahwa manusia sebagai makhluk yang memiliki alat kelamin jelas merupakan makhluk seksual yang punya dorongan seksual secara alamiah. Bagaimana jika anda merasa tidak memiliki dorongan alamiah tersebut? Umumnya orang akan berkata mengenai trauma, penyakit hormonal, asumsi belaka, dan kurangnya pengalaman saja.


Aseksualisme adalah bagian dari orientasi seksual dimana seseorang tidak memiliki hasrat atau ketertarikan seksual kepada siapapun. Meski masih banyak yang mengklasifikasikan Aseksual terhadap suatu disorder atau gangguan hormonal, Aseksual eksis secara nyata, beberapa mengalami terapi hormon karna dorongan orang sekitar namun masih tetap tidak merasakan hasrat seksual. Mereka masih mungkin melakukan hubungan seks karna anggota tubuhnya masih utuh bahkan bisa mengalami orgasme tapi tetap merasakan seks sebagai suatu yang absurb atau hanya seperti tarian(david jay-former of AVEN). Dan mungkin mereka melakukannya hanya untuk mendapat anak semata namun tidak bergairah secara seksual layaknya orang-orang seksual. Kita tahu bahwa seks merupakan suatu cara reproduksi yang dimana hasrat atau ketertarikan seksual berperan dalam membuat kita ingin melakukannya, baik dalam hubungan homoseksual sekalipun, namun berbeda bagi Aseksual, hubungan seks hanya dianggap sebagai hubungan biologis biasa tanpa ada feel untuk melakukannya. Maka dari itu, seorang aseksual akan merasa baik-baik saja meskipun tidak melakukan seks. Beberapa masih melakukan masturbasi, tapi tanpa imajinasi seperti halnya seorang seksual bermasturbasi, tetapi hanya untuk melepaskan ketegangan saja. Aseksualisme masih sulit untuk diterima mengingat orientasi seksual lain diluar hetero masih memiliki hasrat seksual(sexual attractive). Namun ini tidak berarti kalau semua aseksual tidak bisa merasakan hubungan romantis. Namun pada dasarnya sama seperti aseksual lainnya, tidak mengidentifikasi hubungan romantis mereka secara seksual (walaupun ada juga yang sama sekali tidak tertarik baik pada hubungan romantika maupun seksual) . Secara sederhana berarti kaum aseksual memisahkan antara cinta dan seks.

Bisa dibilang saya yakin betul bahwa saya termasuk bagian dari mereka. Mengapa saya aseksual. Banyak yang mengira karena 'patah hati' atau karna saya belum menemukan orang yang tepat saja sehingga saya berpikir kalau saya aseksual. Faktanya, dari awal hubungan saya dengan orang lain tidak ada perasaan yang terlibat di dalamnya. Saya pernah merasa ingin menjalin suatu relationship dengan seorang pria, baik itu yang saya kagumi secara fisik maupun yang dianggap nyaman untuk diajak bicara atau hangout namun hal tersebut tidak berlangsung lama. Sama halnya ketika saya mengidolakan seorang artis jepang lalu menguntitnya lewat blog dan acara tv, ketika menemukan idola yang baru, saya akan mudah melepaskannya, demikian juga pengalaman 'crush' atau naksir pada seseorang. Mengaguminya dari jauh sudah cukup membuat saya puas dan seiring dengan waktu saya menemukan objek lain sehingga perasaan naksir itu menghilang dengan sendirinya. Malah saya mudah dialihkan kepada hobby dan kesenangan sendiri sehingga dengan mudah melupakan masalah romantika.

Apa pernah terjadi pelecehan atau trauma masa lalu?

Saya nyatakan tidak pernah satu kalipun. Kalaupun ada lebih mungkin 'antipati' terhadap perempuan, tidak ada hubungan dengan seksualita sama sekali. Karna waktu sekolah saya sering bermasalah dengan teman wanita yg akhirnya membuat saya tersisihkan oleh kaum mereka dan lebih banyak bergaul dengan laki-laki, walaupun begitu bukan itu alasannya saya menjadi tomboy, sebelum hal itu terjadi, saya sudah tomboy dari kecil karna model imprintasi saya adalah kakak laki-laki saya. Tapi saat itu saya masih memiliki teman wanita sampai akhirnya mengalami masa sekolah. Saya rasa itu tidak bisa dijadikan alasan mengapa saya menjadi aseksual. Lagipula lambat laun hubungan saya dengan teman wanita mulai membaik dan mulai mempunyai banyak teman dari kedua gender.

Bermasalah dengan hormon kali?

Saya memang belum pernah memeriksa hormon. Hormon maskulin saya memang termasuk tinggi karna ada pertumbuhan rambut pada anggota tubuh seperti tangan dan kaki. Tapi saya yakin betul saya mengalami masa pubertas yang wajar pada wanita ketika mencapai haid, seperti pertumbuhan payudara, rambut di ketiak dan area vital, saya juga tertarik dengan merawat rambut atau kulit agar tampil cantik walau tidak terlalu sering melakukannya, dan juga saya melakukannya untuk kepuasan diri bukan menarik lawan jenis. Hanya saja ada satu hal yang saya tidak alami, ketertarikan menjalin hubungan dengan lawan jenis. Ketika teman-teman wanita saya sering menggosipkan murid lelaki ataupun murid yang sedang berpacaran, betapa tampannya kakak kelas mereka, dan lain sebagainya, saya lebih sering diam atau fokus pada hobby baca komik atau belajar ketimbang urusan asmara. Ketika pada masanya seorang wanita dan seorang pria akan malu jika berpegangan tangan, dan seorang pria jika disentuh wanita akan mengalami impuls seperti rasa malu dan sebaliknya, maka saya tidak pernah merasakan keganjalan ketika menyentuh seorang pria atau ketika disentuh kecuali area yang terasa geli seperti digelitik. Hanya rasa geli tok. Intinya saya tidak pernah mengerti kenapa seseorang merasa malu ketika melakukan kontak fisik, memangnya apa yang mereka rasakan sih?

Belum pengalaman aja kali? Belum tau tentang porn aja?

Mungkin benar saya tidak mempunyai pengalaman pacaran. Tapi faktanya itu terjadi karna saya memang tidak tertarik, lagipula saya bukan tipe agresif yang mendekati laki-laki karna urusan modus, saya berkenalan hanya sebatas untuk mencari teman bicara mengenai topik yang sama-sama kita sukai. Pengalaman pertama ditembak, saya awali dengan penolakan. Meski kami sudah akrab sejak smp dan sering hangout karna punya interest yang sama mengenai anime dan manga, saya masih merasa awkward jika harus berpacaran dengan orang yang saya anggap teman. Saya suka dengannya, tapi hanya sebatas 'same interest friend'. Bagaimana rasanya menjadi seperti 'alien' sementara orang yang seumuran denganmu sudah terlibat dalam urusan asmara sedangkan kau belum? Ada rasa ingin mencoba tapi saya bingung bagaimana memulainya. Saya punya beberapa teman laki-laki yang emang dekat dan sering mengobrol. Sampai akhirnya ada seseorang yang menembak saya. Saya pikir itu waktu yang tepat untuk membuktikan bahwa saya bisa jatuh cinta. Disitu juga pengalaman pertama saya berciuman dengannya, hanya rasa aneh di bibir dan tanpa passionate. Dia seperti terbawa arus sedangkan saya menerimanya dengan keadaan sadar dan tanpa dorongan perasaan. Cuma ada yang nempel di bibir tok dan pada akhirnya saya duluan yg memalingkan muka dan menyadarkannya kalau dia sudah berlebihan. Akhirnya saya sadar, kedekatan emosional saya terhadapnya hanya berdasarkan rasa empati saat dia bercerita tentang kehidupan keluarganya yang broken. Hubungan kami hanya berlangsung 1 bulan. Pada masa itu pula, masanya saya mengenal berbagai jenis porn dari hetero maupun homo. 19 tahun saya rasa umur saya sudah cukup untuk mengetahui hal semacam itu. Namun nyatanya saya masih belum saja merasakan apa-apa saat menonton atau membaca porn, tidak ada rasa ketagihan atau dorongan untuk mencoba. Saya mengalami lubrikasi sama seperti orang lain jika melihat porn secara biologis, tapi tanpa dorongan seksual yg cukup untuk memutuskan masturbasi. Porn bagi saya hanya seperti film membosankan yang menampilkan adegan yang sama setiap judulnya. Saya lebih suka BL dengan alur cerita bervariasi ketimbang hentai yang hanya menampilkan adegan erotis. Sampai umur 23 saya tetap single dan bekerja. Berkali-kali teman kerja saya laki-laki mengobrol soal hal vulgar dengan temannya sampai akhirnya kami berdebat karna saya keukeuh seks bukan segalanya, dan tidak akan terjadi apa-apa jika tidak dilakukan, bahkan banyak orang yang memutuskan tidak menikah sampai akhir hayat. Saya geram tatkala mereka bilang kalau semua orang pasti suka seks dan wanita pasti menikmatinya. Sering saya diamkan sampai akhirnya pernah juga mengamuk. Saya merasa marah ketika laki-laki menyepelekan perempuan hanya sebagai objek seks semata, dan mungkin itu juga yang membuat saya makin menyukai BL (dendam ni ye). Dorongan 'ingin normal' dan menikah seperti orang lain supaya orang mengakui eksistensi saya sebagai pribadi yang utuh lah yang akhirnya membuat saya menerima seorang pria yang menyatakan cinta di usia hampir 23 tahun. Dia pria yang pandai menyenangkan saya dengan memberi berbagai hadiah atau mengajak saya makan makanan yang saya sukai. Saya pikir saya berhasil mencintai seseorang di tahun pertama. Beberapa bulan setelah berpacaran, dia mengajakku berciuman. Saya sering menolak dengan alasan mood tapi berkali-kali juga dia berhasil mendesak. Saya mengingat kembali rasanya berciuman seperti pertama pacaran, tapi kali ini saya lebih yakin apa yang salah dari saya. Ya pada saat dia merasakan passion saat berciuman, saya lagi-lagi tidak merasakan passion apa-apa. Mungkin bisa dibilang unconsen-kiss. Mungkin sama rasanya dengan wanita yang sedang dirape orang yang tidak dicintainya? Saya pastikan kami belum pernah sekalipun melakukan hubungan badan. Tapi pernah suatu kali ketika berciuman saya rasa dia ber-ereksi. Saya kaget ternyata dia sudah sampai sejauh itu sedangkan saya tidak merasakan apapun sama sekali. Memikirkan kemungkinan kita akan melakukan itu membuatku mengusirnya jauh-jauh bahkan aku menyuruhnya pulang tanpa pikir panjang. Saya mulai mencari alasan menyibukkan diri agar kwantitas pertemuan kita berkurang dan mengumpulkan banyak alasan untuk putus darinya. Lucunya padahal saat itu dia berencana melamar saya(katanya) dan akan mempersiapkan pernikahan sehabis kakak saya menikah. Dan bisa dipastikan kami bakal melanjutkan jenjang lebih tinggi. Dia berbicara tentang berapa anak yg diinginkan meskipun dalam hati saya tidak tertarik. Saya bilang tidak ingin punya anak dulu sesudah menikah, dia jawab segimana dapetnya. Saya jelaskan maksud saya adalah saya tidak ingin berhubungan badan di awal pernikahan sampai saya siap punya anak, dia malah mengajukan ide untuk menunda pernikahan sampai saya siap punya anak. Saya tegaskan saya ingin pernikahan tapi tidak untuk hubungan badan. Nampaknya dia tidak mengerti kalau saya tidak memiliki hasrat seksual. Saya pun saat itu tidak mengerti apa yang salah dengan saya. Memikirkan punya anak malah membuat nafsu saya hilang untuk memikirkan seksualita. Pada puncaknya sebelum 2 tahun genap berpacaran, sebelum kakak saya benar-benar menikah, saya memutuskan untuk berpisah darinya. Saya terus terang padanya kalau perasaan saya tidak kunjung meningkat seintim apapun kita berhubungan. Idenya berumah tangga dan berencana punya anak sejak awal pernikahan malah menurunkan semangat saya untuk menjalin kasih ke jenjang itu. Saya merasa lebih nyaman ketika sudah putus. Sampai saat legalisasi pernikahan sejenis di USA ada juga seorang aseksual yang mengkampanyekan bahwa dirinya tidak peduli dengan homo atau hetero karna dia aseksual. Saya mulai tertarik dengan apa itu aseksual karna baru mendengarnya. Setelah saya tahu, saya makin yakin bahwa apa yang sudah saya jalani dan alami membuktikan bahwa saya aseksual. Bahwa saya tidak sendiri dan apa yang saya alami ini punya nama. Ini bukan sugesti karna saya sudah merasakan ciri-ciri aseksual sebelum saya tahu apa itu aseksual. Saya tercengang ketika membaca pengalaman-pengalaman para aseksual yang sangan mirip dengan yang saya alami.

Aseksuality bisa disembuhkan atau berubah?

Jujur saya sampai saat ini tidak yakin bahwa saya akan berubah setelah saya memilih untuk mencoba melakukan hubungan intim. Itu sama saja seperti seorang lesbian yang menikah dengan hetero, bukan? Bukankah melakukan itu tanpa ada dorongan sama saja seperti saya menyerahkan diri saya di-rape atau unconsensual? Lalu bagaimana dorongan itu muncul jika foreplay saja tidak membuat saya merasakan apa-apa? Karna ketidakadaannya sexual-attract itulah yang membuat saya semakin yakin saya aseksual dan itu bukan suatu penyakit yang bisa disembuhkan.Saya tidak kehilang sexual-atrract karna sejak lahir saya tidak memilikinya. Sexual-attract itu alami adanya, anda mungkin bisa menahannya tapi tidak bisa menciptakannya, jika saya tidak memilikinya, saya tak akan bisa memilikinya. Aseksual bukan pilihan seperti orang selibat, karna kami tidak memilih sendiri untuk menjadi seorang aseksual. Kami adalah aseksual, itulah kami apa adanya.

Semoga makin banyak orang yang menyadari dirinya aseksual bisa lebih membuka diri dan tidak malu. Semoga masyarakat bisa menerima eksistensi aseksual sama seperti orientasi seksual lainnya. Semoga lebih banyak orang dengan pikiran terbuka yang mau lebih memahami seorang aseksual. Kami bukannya tidak bisa mencintai tapi hubungan emosional lebih penting bagi kami daripada hubungan fisik. Kami juga ingin dicintai.


Baru-baru ini saya menemukan komunitas yang baik bagi aseksual. Silahkan hubungi kami kapan saja

No comments: